Tersedak
Penghapus
Pertama-tama aku akan menanyakan ke kalian, apakah
kalian pernah melihat seseorang tersedak penghapus? Karena aku pernah melihat
temanku tersedak penghapus karena dia sedang tidak beruntung. Kejadian ini
terjadi saat aku masih kelas 4 SD, saat itu kelasku sangat berisik karena tidak
ada guru di kelas. Kondisi kelas sangat kacau, suara bisingnya terdengar hingga
luar kelas, tetapi untukku ini biasa saja karena memang setiap hari selalu
berisik. Mayoritas mereka sedang mengobrol dan bercanda, sedangkan saat itu aku
sedang menggambar, dan terlihat pula beberapa murid lain yang juga sedang
menggambar.
Di tengah suasana berisik itu, ada suatu hal biasa
yang terjadi, temanku yang bernama Fahri dan Arma sedang berkelahi. Kenapa
biasa? Karena mereka memang selalu bertengkar dan jika tidak bertengkar maka
setiap orang malah akan heran. Arma mengusili Fahri dengan cara menyembunyikan
pensilnya, lalu karena kesal Fahri mengejek Arma dengan sebutan “Pak Botak”.
Pertengkaran itupun berakhir dengan kejar-kejaran antara mereka berdua. Karena
aku mendukung Fahri, aku membantu Fahri dengan mencegat Arma, Arma yang
kebingungan justru malah melemparkan penghapus yang ada di meja dekatnya ke
arah Fahri sambil berkata, “Rasakan jurus mautku!” Fahri menghindari
lemparannya, tetapi lemparan Arma tersebut malah mengarah ke Doni dan masuk ke
tenggorokannya, Doni yang tersedak membuat seluruh kelas tertawa. Arma terlihat
bangga dengan lemparannya. Karena saya merasa sedikit kasihan terhadap Doni,
saya pun mendekatinya sambil menahan tawa dan berkata, “Doni, kamu tidak
apa-apa?” Doni tidak bisa menjawabnya karena sedang tersedak. Setelah berpikir
bagaimana cara mengeluarkan penghapus dari tenggorokan Doni, aku dan Adam memberikan saran yang aneh kepadanya,
“Pikirkan kotoran kucing saja, Don, supaya kamu muntah dan penghapusnya dapat
keluar!”.
Akhirnya aku pun memutuskan untuk membawa Doni ke
kamar mandi untuk memuntahkan penghapus dari tenggorokannya, entah bagaimana
penghapus itu berhasil keluar, lalu Adam, Arma dan diriku mengantar Doni pulang
ke rumahnya. Sesampainya di sana mereka menceritakan hal yang terjadi dan Arma
dimarahi oleh Ayahnya Doni karena hal yang diperbuatnya. Di saat itu aku
berpikir, untuk tidak bercanda terlalu berlebihan karena bisa saja mencelakakan
orang lain. Setelah itu, Arma pun menyesali apa yang diperbuatnya, dan kami pun
pulang. Aku tidak merasa kasihan kepada Arma karena itu memang salahnya, tetapi
aku pun merasa menyesal karena telah mencegat Arma dan membuatnya melempar
penghapus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar