Batasi
Jumlah Kendaraan Pribadi
Melonjaknya jumlah kendaraan pribadi membawa banyak
dampak negatif di ibu kota. Menurut saya pemerintah seharusnya mulai membatasi
jumlah kendaraan pribadi di ibu kota. Warga pun harus mulai sadar untuk tidak
selalu bergantung pada kendaraan pribadi. Ada banyak cara untuk sampai ke
tempat tujuan selain menggunakan kendaraan pribadi. Seperti menggunakan
transportasi umum atau berjalan kaki apabila jarak yang ditempuh tidak jauh.
Masih banyak orang yang malas menggunakan transportasi umum karena tidak mau
berdesakan dan kurang nyaman. Padahal transportasi umum di negara maju seperti
Jepang justru lebih berdesakan saat jam sibuk. Meskipun begitu, orang Jepang
lebih memilih menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi. Ada
banyak dampak yang ditimbulkan dari melonjaknya jumlah kendaraan pribadi
seperti kemacetan dan polusi udara.
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari melonjaknya
kendaraan pribadi adalah kemacetan. Ketika jumlah kendaraan pribadi sudah
sangat banyak, tentu jalan raya sudah tidak dapat menampung kendaraan tersebut.
Akhinya banyak pengendara yang memasuki trotoar yang meresahkan pejalan kaki
dan memasuki jalur bus TransJakarta yang akhirnya penumpang bus TransJakarta
juga terkena dampak kemacetan. Banyak pengendara yang ingin jalan raya
diperlebar. Padahal, semakin lebar atau luas jalan raya maka semakin banyak
yang menggunakan kendaraan pribadi. Tentu ini bukan solusi yang tepat. Di situs
Forbes, Indonesia masuk urutan ke-7 sebagai negara dengan kondisi lalu lintas
terburuk. Banyak orang yang lega karena Indonesia tidak ada di peringkat 3
besar di situs tersebut. Tapi apa kita akan menunggu Indonesia masuk ke
peringkat tersebut? Tentu saja tidak, kan?
Dampak berikutnya dari melonjaknya kendaraan pribadi
adalah polusi udara. Dari situs AirVisual pada bulan Agustus lalu, Jakarta
sempat memasuki peringkat satu sebagai kota dengan polusi udara terburuk. Tentu
ini berdampak buruk pada kesehatan. Banyak penyakit yang bisa ditimbulkan oleh
polusi udara ini. Dalam situs National Geoghrapic disebutkan bahwa efek
kesehatan jangka panjang dari polusi udara adalah penyakit jantung, kanker
paru-paru, dan penyakit pernapasan seperti emfisema. Polusi udara juga dapat
menyebabkan kerusakan jangka panjang pada saraf, otak, ginjal, hati, dan organ
lain. Beberapa ilmuwan juga menduga polusi udara menyebabkan cacat lahir.
Dilansir dari situs medium.com, mengungkapkan seperti
berikut:
“Terbukti saat ini Indonesia menjadi negara penghasil
emisi karbon tertinggi keenam di dunia. Ranking keenam yang diterima Indonesia
sebagai penghasil emisi karbon diantara negara-negara penghasil emisi (CO2)
lainnya di dunia dirilis oleh World Resources Institute (WRI) di Washington DC.
Dan bertambahlah “Prestasi” Indonesia di bidang kerusakan lingkungan. Menurut
laporan WORLD RESOURCES INSTITUTE sebagaimana dilansir Daily Mail (3/10/2014),
ranking Indonesia sebagai Negara penghasil emisi karbon (CO2) tertinggi dunia
ini di bawah China, Amerika Serikat, Uni eropa, India, dan Rusia. Total emisi
karbon yang dihasilkan Indonesia adalah 2,05 miliar ton.” (Arifin, Zainul. https://medium.com/planologi-2015/dampak-pembludakan-jumlah-kendaraan-di-berbagai-wilayah-industri-di-indonesia-55338eeec98e,
21 Agustus 2016).
Sudah
terbukti sekali kalau polusi udara yang dihasilkan dari kendaraan itu sangat
berbahaya.
Dari situs KOMPAS.com menyebutkan mengapa warga lebih
memilih menggunakan kendaraan pribadi dibanding transportasi umum, yaitu karena
sumpek dan berdesakan. Padahal menurut saya, transportasi umum yang sumpek dan
berdesakan itu wajar, berarti masih banyak warga yang masih ingin menggunakan
transportasi umum. Coba bayangkan transportasi umum sepi saat jam sibuk,
artinya minat warga terhadap transportasi umum sangat kurang dan berkesan tidak
laku. Seperti yang saya sebutkan di awal tulisan ini, transportasi umum negara
maju seperti Jepang justru sangat berdesakan di jam sibuk.
Tiap orang pasti ingin ligkungan di sekitarnya bersih,
maka dari itu mari kita kurangi pengunaan kendaraan pribadi agar dampak negatif
yang telah disebutkan diatas seperti kemacetan dan polusi udara segera hilang.
Ayo mulai dari diri kita, kita jaga dan rawat planet ini agar tetap layak untuk
dihuni.
Daftar Rujukan
McCarthy, Nial. The World's Worst
Cities For Traffic Congestion [Infographic]. Diakses pada 12 November 2019
melalui https://www.forbes.com/sites/niallmccarthy/2019/06/05/the-worlds-worst-cities-for-traffic-congestion-infographic/#620fea5d12bc.
Evn. Sabtu Pagi, Polusi Udara Jakarta
Terburuk di Dunia. Diakses pada 12 November 2019 melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190810092804-199-420056/sabtu-pagi-polusi-udara-jakarta-terburuk-di-dunia.
Nationalgeoghraphic.org, “air
pollution”, 4 April 2011, < https://www.nationalgeographic.org/encyclopedia/air-pollution/>
[diakses 12 November 2019].
Arifin, Zainul. Dampak Pembludakan
Jumlah kendaraan di Berbagai Wilayah & Industri di Indonesia. Diakses pada
12 November 2019 melalui https://medium.com/planologi-2015/dampak-pembludakan-jumlah-kendaraan-di-berbagai-wilayah-industri-di-indonesia-55338eeec98e.
Marchelin Tamaela, Tara. Alasan Warga
yang Tetap Memilih Naik Kendaraan Pribadi di Jakarta. Diakses pada 19 November
2019 melalui https://megapolitan.kompas.com/read/2015/01/09/14180471/Alasan.Warga.yang.Tetap.Memilih.Naik.Kendaraan.Pribadi.di.Jakarta.