Pejuang Jakarta
Farij Altaf Syah – Teknik Informatika
Berdesakan dan bermacet ria dilalui
demi mencari nafkah untuk keluarga.
“Pejuang Jakarta”, itulah namanya.
Yang dimaksud di sini itu bukan pejuang zaman penjajahan yang berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia, tetapi para pencari nafkah dari kota satelitnya Jakarta atau bisa
disebut Bodetabek. Mungkin salah satu dari anggota keluarga anda termasuk
sebagai pejuang ini. Atau mungkin anda sendiri. Perjuangan mereka untuk
berangkat dan pulang kerja menginspirasi saya untuk membuat artikel ini, dari
yang menggunakan transportasi umum dan kendaraan bermotor.
Para “Pejuang
Jakarta” ini memiliki kesabaran yang tinggi. Kondisi transportasi umum yang
memang belum bisa dibilang baik karena banyaknya gangguan yang terjadi. Para
pengguna bus TransJakarta harus sangat bersabar di jam pergi atau pulang kerja.
Bagaimana tidak, TransJakarta yang sudah diberi jalur khusus di jalanan ibu
kota masih saja terjebak kemacetan karena banyak kendaraan bermotor yang
menerobos ke jalur bus TransJakarta. Dalam kondisi yang berdesakan tentu ini
sangat menyiksa. Pendingin ruangan yang tidak terasa sejuk, terbatasnya ruang
untuk bernafas, dan bau antar penumpang yang bercampur. Prama Wiratama, seorang
penulis dari kompasiana mengatakan ditulisannya bahwa naik angkutan umum
adalah model perjuangan masa kini.
“Perjuangan memang tak
pernah ringan. dan tak semua orang bernyali untuk jadi pejuang. make it real”.
(Wiratama, Prama. https://www.kompasiana.com/pramawiratama/550e9583813311ba2cbc641e/naik-kendaraan-umum-model-perjuangan-masa-kini,
25 Juni 2015).
Pengguna transportasi umum adalah
seorang pejuang yang berjuang dengan sangat keras di ibu kota. Tidak mudah
untuk menahan rasanya berdesakan di transportasi umum.
Tidak semua orang tahan
akan kemacetan, dibutuhkan kekuatan dan kesabaran untuk melewati ini semua.
Panasnya jalanan bisa membuat orang pingsan kapan saja. Asap kendaraan
mengancam kesehatan paru-paru mereka. Apapun mereka lakukan demi sampai ke
tempat kerja. Menerobos jalur bus TransJakarta walaupun mereka tahu itu dilarang,
menyalip kendaraan besar walaupun itu mengancam nyawa mereka, dan banyak lagi
hal beresiko tinggi yang mereka lakukan demi mencari nafkah. Kemacetan membuat
para pejuang ini terlalu lama menghabiskan waktu di jalanan. Dari hasil survey Uber
bekerja sama dengan Boston Consulting Group pada tahun 2017, mengungkapkan
bahwa dalam setahun, orang Jakarta habiskan 22 hari di jalan. Ini mengancam
kesehatan mereka. Karena terlalu lama terjebak dalam kemacetan mempunyai dampak
terhadap otak manusia. Hal ini diambil dari hasil sebuah penelitian kesehatan
yang dibiayai Health Canada terhadap kesehatan neurologis populasi Ontario yang
terdiri dari jutaan penduduk dewasa. Sangat keras memang perjuangan para
“Pejuang Jakarta” ini.
Kehidupan di ibu kota
sangatlah keras. Mari kita siapkan untuk hal ini. Bukan hanya mempersiapkan
akademik, tetapi juga fisik dan mental untuk menjadi “Pejuang Jakarta”. Tidak
ada cara yang nyaman untuk berjuang di ibu kota maupun di tempat lain. Seperti
yang dikatakan Colin Powell, “Sebuah mimpi tidak akan menjadi kenyataan melalui
sihir, dibutuhkan keringat, tekad, dan kerja keras”.